SHOPEE AFFILIATES

SHOPEE AFFILIATES
KLIK GAMBAR GABUNG SEKARANG JUGA

MACAM-MACAM ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

 ALIRAN-ALIRAN FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAM

Di sediakan oleh : Zulfahmi (PGZ110002)

Pemikiran falsafah yang ada dalam Islam, tumbuh dan berkembang begitu cepat dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dan hidup dibawah suasana peradabannya. Dalam garis besar dapat dibagikan dalam dua period iaitu period mutakallimin dan period falsafah Islam. Dalam period mutakallimin terdapat tiga ikatan, iaitu : ikatan aliran-aliran I’tiqad, ikatan aliran-aliran ilmu hukum (fiqh), ikatan aliran-aliran(as-siyasah). Aliran I’tiqad sebahagian besar merupakan pokok-poko dasar pemikiran dalam falsafah Islam. Perbincangan dalam ikatan I’tiqad ialah pendirian mengenai persoalan-persoalan daripada banyak aliran. Disini diperbincangkan tentang  Mazhab Salaf, Qadariyah, Jabariyah, Mu’tazilah, dan Asy’ariyah.konsep falsafah pendidikan
A.   PERIOD MUTAKALLIMIN
Mazhab Salaf
Aliran ini muncul kira-kira pada abad IV H yang digerakan oleh penganut Hambali. Aliran ini bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah, yang lebih menonjolkan wawasan Islam era salaf (berorientasi masa silam), sehingga lebih konservatif yakni mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai era salafi. Salah satu ahlus salaf yang termasyhur iaitu Ibnu Taimiyah, ia adalah seseorang yang memperjuangkan ajaran Islam berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, beliau berpandangan bahawa Islam datang untuk memperbaiki faham-faham atau aliran yang salah. Ciri-ciri pemikiran dari Mazhab Salaf iaitu :
Ø  Menjawab persoalan pendidikan Islam dalam konteks wacana salafi.
Ø  Memahami nash dengan kembali ke salafi secara tekstual.
Ø  Pemahaman ayat dengan ayat, ayat dengan hadits, hadits dengan hadits dan kurang adanya pengembangan dan elaborasi.
Fungsi dalam pendidikan Islam ialah melestarikan dan mempertahankan nilai dan budaya masyarakat salaf, dan pengembangan potensi dan interaksinya dengan nilai dan budaya masyarakat era salaf.Definisi Falsafah.
2.    Aliran Qadariyah
Aliran Qadariyah muncul kira-kira pada tahun 70 H, Aliran ini memberikan kebebasan manusia untuk berbuat. Tapi harus diyakini kebebasan yang dianutnya tetap berbeda dalam koridor wahyu. Karena aliran Qadariyah memiliki alasan-alasan berpijak sesuai ayat-ayat al-Quran. Telah dimaklumi bahawa aliran Qadariyah berpegang teguh pada anggapan bahwa manusia memiliki kebebasan dan kekuasaan penuh dalam menentukan perjalanan hidupnya. Menurutnya pula manusia mempunyai kekuasaan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya sehingga dengan demikian manusia terpaksa tunduk pada Qadar dan kadar Tuhan, atau yang biasa disebut dengan free will dan free act. Di antara tokoh falsafah dalam aliran ini yang dipelopori oleh : Hasan Al-Basri, Ma’bab Al-jauhani Al-Basri, Gailan Ad Dimasyqi, Khalifah Abdul Malik bin Marwan di Irak.
Aliran Qadariyah yang mewarnai pendidikan menurut Ibnu Sina misalnya dalam hal perumusan tujuan pendidikan yang mengarah pada pengembangan potensi dalam upaya pencapaian kesempurnaannya, Kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik. Penggunaan metode secara multi metode, dengan atas pertimbangan psikologis peserta didik.
3.    Aliran Jabariyah
Menurut pandangan Jabariyah konsep pendidikan Islam yang ada pada zaman dahulu yang telah dipraktekkan oleh ulama-ulama terdahulu sudah cukup, karena pada dasarnya pendidikan itu tidak akan memberi pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan manusia, sebab baik buruknya nasib seseorang telah ditentukan oleh Allah. Manusia tidak perlu ada ikhtiar, karena apapun akhirnya tergantung pada Tuhan. Akhirnya semua faktor-faktor pendidikan yang tersebut di atas, tidak perlu adanya reformasi dan reorientasi.
Pandangan Jabariyah membingkai aliran nativisme yang menganggap faktor pembawaan atau bakat serta kemampuan dasar sebagai penentu dari proses perkembangan manusia. Sehingga proses perkembangan hidup manusia ditentukan oleh faktor dasar ini. Akibatnya ialah bahwa faktor-faktor eksternal seperti pendidikan atau lingkungan sekitar serta pengalaman tidak ada artinya bagi perkembangan kehidupan manusia ketika dihubungkan dengan pendidikan Islam, penganut paham ini senantiasa akan mengatakan bahwa pendidikan tidak perlu diadakan inovasi dan perubahan. Karena paham ini menganggap baik buruknya nasib manusia telah ditetapkan oleh Tuhan.
Pandangan ini terkait dengan ideologi pendidikan yang disebut konservatisme. Aliran fatalis ini melahirkan aliran nativisme, artinya manusia hanya terpaksa berbuat dan dia mengikuti kehendak Tuhan. Faktor bawaan sangat dominan dalam pembentukan manusia yang sempurna. Walaupun demikian, aliran Jabariyah dengan ajaran kemakhlukan al-Quran dalam perspektif pendidikan Islam menjadi pola pikir yang sangat rasional dikarenakan lafdzi merupakan bentuk kemakhlukan dari Firman Tuhan. Di antara tokoh dalam aliran ini iaitu : Jahm Bin Shofwan, Ja’ad Bin Dirham, An-Najjar dan Dhirar Bin Amr.
4.    Aliran Mu’tazilah
Sejarah munculnya aliran Mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah. Golongan merupakan golongan yang memisahkan diri daripada politik Bani Umaiyah dan kembali kepada cara berpikir Hasan Bin Ali. Pemikiran mu’tazilah tentang persoalan akal kurang dapat difahami oleh manusia mengenai tauhid. Pada pokokajaran mu’tazilah itu dalam menetapkan suatu hukum dalam pandangan hidupnya, mengemukakan akal terlebih dahulu, lalu disesuaikan dengan nash Quran dan Sunnah, kerana menurut mereka Quran dan Sunnah tidak mungkin bertentangan dengan akal pikiran manusia. Aliran ini mempunyai lima pendirian pokok menurut mereka
Ø  At-Tauhid, keyakinan bahawa Allah itu satu dalam zat dan sifatNYA.
Ø  Al-‘Adl, Tuhan itu adil iaitu bahwa manusia diberi kemauan yang mereka untuk bertindak dan tidak digerakkan oleh kodrat dan iradat Tuhan sahaja.
Ø  Al-Manzilah baina Manzilatain, memberikan kedudukan di antara dua kedudukan mu’min dan kafir.
Ø  Al-Wa’du wal Wa’id, bahawa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku dan melaksanakan ancamanNya (al-wa’id) bagi pelaku dosa besar.
Ø  Amar ma’ruf nahi mungkar, amal ini wajib berdasarkan akal manusia, bukan berdasarkan kepada perintah Allah dan RasulNya.
Di antara tokoh dalam aliran yang dari Basrah antara lain iaitu Washil bin ‘Atha, Abdul Huzail Muhammad bin al Huzail al ‘Allaf, dan tokoh Bagdad iaitu Basyr bin al Mu’tamir, dan al Khayat.
5.    Aliran Asy’ariyah
Banyak pendapat yang muncul sekitar keluarnya al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah. Namun yang jelas bahwa al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah karena ia melihat bahwa aliran itu tidak dapat diterima oleh umumnya umat Islam yang masih sederhana cara berfikirnya. Kemungkinan lain karena al-Asy’ari ingin menjadi perantara antara golongan tekstualis yang hanya memegangi nash-nash dengan meninggalkan jiwanya dan golongan rasionalis seperti aliran Mu’tazilah, dan tenyata jalan tersebut dapat diterima oleh mayoritas kaum muslimin. Inilah beberapa faktor berbaliknya al-Asy’ari dari Mu’tazilah yang kemudian membentuk satu paham teologi yang dikenal dengan nama teologi al-Asy’ariyah.
al-Asy’ariyah banyak bergantung pada otoritas kekuasaan Allah (wahyu), yang mana wahyu sebagai sumber pendidikan. Dengan begitu, bagi sistem kehidupan manusia, akal hanya sebagai pembenaran terhadap wahyu, namun manusia tetap mempunyai  andil dalam menentukan kehidupannya. Aliran  Asy’ariyah memandang pendidikan Islam, masih perlu adanya perbaikan-perbaikan pada faktor yang terlibat di dalamnya. Karena apa yang ada selama ini sebenarnya sedikit memenuhi persyaratan pendidikan umum, namun pada tataran konsep pendidikan Islam ini sangat ideal. Akan tetapi pada tataran aplikasi masih jauh dari harapan stakeholderssebagai pemakai lulusan. Aliran Asy’ariyah mengilhami aliran konvergensi dalam pembentukan kepribadian seseorang. Di antara tokoh falsafah dalam aliran ini iaitu Al-Syahrastani, Fakhr al-Din al-Razi.
B.   PERIOD FALSAFAH ISLAM
1.    Al-Kindi (796-873 M)
Terkenal sebagai ahli falsafah Islam yang pertama, membuat penjenisan pengetahuan berdasarkan penjenisan pengetahuan Aristotle. Dalam konteks epistemologi Islam, Tuhan adalah tema sentral. Ia adalah sumber kebenaran yang utama yang mutlak. Maka, falsafah al-Kindī bisa dikatakan telah memasuki konteks ini. Sebab, ia memberi penekanan pada konsep keilahian. Ia mengatakan filsafat yang pertama (al-Falsafah al-Ūlā) adalah pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan penyebab dari semua kebenaran.
Ilmu falsafah menurut al-Kindī adalah ilmu yang paling mulya. Ia mengatakan: ”Sesunggunghnya ilmu manusia yang derajatnya paling mulya adalah ilmu filosof. Dengan ilmu ini hakikat ilmu didefinisikan, dan tujuan filosof memperlajari filsafat adalah mengetahui Al-Haq (Allah)’’. Sedangkan ilmu falsafah yang paling mulya dan paling tinggi derajatnya adalah Falsafah yang Pertama (Falsafah al-‘Ūlā). Yakni ilmu tentang al-Haq al- Ūlā yang menjadi Sebab segala sesuatu (‘illah kulli syai’) yang tidak lain adalah Tuhan Allah SWT.
Al-Kindi membagi pengetahuan kepada dua (rajah di bawah) :
Pengetahuan
Teorikal
Praktikal
1.    Tabii
2.    Matematik
3.    Metafizik
1.    Akhlak
2.    Pengurusan Rumah
3.    Pengurusan Bandar

2.    Al-Farabi (878-950 M)
Mengikut beliau tujuan falsafah dan agama sama iaitu mengetahui semua wujud. Hanya sahaja perbezaannya falsafat memakai dalil-dalil yang yakin kepada golongan tertentu sedang agama memakai cara iqna’i (pemuasan perasaan) dan kiasan serta gambaran ditujukan kepada semua orang, bangsa dan negara. Beliau membagi pengetahuan seperti yang dibuat oleh Al-Kindi iaitu Pertama, falsafah An-Nadhariyyah (toerikal) mengetahui sesuatu yang ada, dimana seseorang tidak perlu mewujudkannya dalam perbuatan. Kedua, Falsafah Al-Amaliyyah (praktikal) menegtahui sesuatu yang semestinya diwujudkan dalam perbuatan dan yang menimbulkan kekuatan untuk mengerjakan yang baik. Dalam pembahagian pengetahuan beliau hanya menambah beberapa cabang ilmu sepeti ilmu kalam dan ilmu fiqh.
3.    Ibnu Sina (980-1036 M)
Penjenisan pengetahuan oleh beliau mungkin yang paling kerap diperbincangkan di antara ahli-ahli falsafah Islam kerana beliau banyak menghasilkan penulisan. Pembahagian pengetahuan sama dengan yang lain, iaitu teori dan amalan, akan tetapi beliau menghubungkan kedua bahagian itu kepada agama. Menurut Ibnu Sina pengetahuan terbagi dua (rajah di bawah) :
Pengetahuan
1.    Abadi : Hikmah, terdapat dua fungsi :
Ø  Sebagai Tujuan : Teorikal dan Pratikal
Ø  Sebagai alat : Ilmu Logik
2.    Sementara
         Teorikal :
        1) ilmu Alam semula jadi
        2) Ilmu Matematik
        3) Ilmu Metafizik
        4) Ilmu Universal
        Praktikal :
        1) Akhlak
        2) Pengurusan rumah
        3) Pengurusan Bandar
        4) Syariah




Ibnu Sina mengatakan bahwa falsafah amalan bertujuan mengetahui apa yang semestinya dikerjakan oleh tiap-tiap orang agar ia menjadi bahagia dunia dan akhirat.
4.    Al-Ghazali (1058-1111 M)
Mengalami beberapa period dalam perkembangan pemikiran beliau. Keadaan ini mempengaruhi penjenisan pengetahuan yang dibuatnya, yang mencerminkan peringkat-peringkat kematangan pemikiran beliau. Period pemikiran al-Ghazali dengan penjenisan pengetahuan dibahagi dua period sebagaimana di dalam rajah berikut :
Pengetahuan
Period Pertama
(pemikiran meniru ahli falsafah)
Period Kedua
(pemikiran melalui pengkajian dan sintesis)
1.    Teorikal
2.    Praktikal (penjenisan al-Kindi dan al-Farabi)
Pengetahuan pertama  :
1.    Mukasyafah (Teoritikal)
2.    Muamalah (Praktikal)

Ø Zahir (yang Nampak)
-   Ibadat
-   Adat (kebiasaan)
Ø Batin (yang tidak Nampak)
-   Muhlikah (yang membinasakan)
-   Munjiyah (yang menyelamatkan)
Pengetahuan kedua :
1.          Syar’iyyah
Ø Asal : al-Quran, al-Hadist, ijmak dan sejarah sahabat-sahabat
Ø Cabang : Fiqh, Hati
Ø Pendahuluan : bahasa, nahu
Ø Penutup : al-Quran dan lain-lain
2.          ‘Aqliyah
Ø Diperolehi
-   Dunia : perubatan, hisab, astrologi, kejuruteraan
-   Akhirat : sifat-sifat Allah, hati
Ø Daruri
Al-Ghazali merumuskan bahawa pengetahuan-pengetahuan agama tidak bisa diperoleh dengan akal pikiran, melainkan harus berdasarkan hati dan rasa. Al-Ghazali amat menekankan konsep ilmu pengetahuan di mana baginya ilmu pengetahuan ialah sesuatu yang paling mulia yang dapat dicapai oleh manusia dalam kehidupan ini di samping bertujuan untuk mencari hakikat kehidupan.
5.    Ibnu Khaldun (1332-1406 M)
Penjenisan pengetahuan oleh Ibnu Khaldun mungkin yang paling banyak membicarakan penjenisan ilmu pengetahuan. Pengetahuan menurut beliau ada dua dalam rajah berikut :
Pengetahuan
1.    Naqli (wahyu)
Ø  Al-Quran
Ø  Tafsir
Ø  Hadith
Ø  Nasikh dan Mansukh
Ø  Sanad Hadith
Ø  Usul Fiqh
Ø  Ilmu Kalam
Ø  Ilmu Tasawuf
2.    Aqli (dicari)
Ø  Bilangan
Ø  Kira-kira
Ø  Hisab
Ø  Aljibra
Ø  Muamalah dan Faraid
Ø  Kejuruteraan
Ø  Ilmu Bentuk
Ø  Ruang dan Kawasan
Ø  Ilmu Gunaan
-       Perubatan
-       Binaan
-       Pertukangan
-       Perbidanan
Ada tiga tingkatan proses berpikir menurut Ibnu Khaldun, iaitu: Tingkatan pertama, al-‘aql al-tamyizi, iaitu pemahaman intelektual manusia terhadap segala sesuatu yang ada di luar alam semesta dalam tatanan alam yang berubah, dengan maksud supaya manusia mampu menyelesaikan dengan kemampuannya sendiri. Tingkatan kedua, al-‘aql al-tajribi, iaitu pikiran yang memperlengkapi manusia dengan ide-ide dan perilaku yang dibutuhkan dalam pergaulan dengan orang lain.Tingkat ketiga, al-‘aql al-nazhari, iaitu pikiran yang memperlengkapi manusia dengan pengetahuan mengenai sesuatu yang berada di belakang persepsi indera tanpa tindakan praktikal yang menyertainya.

Analisa falsafah pendidikan berdasarkan aliran dalam dua period di atas, bahawa aliran falsafah pendidikan Islam berdasarkan sumbernya dapat dikategorikan kepada empat aliran, iaitu :
1.    Aliran yang bersumberkan wahyu
Aliran yang menjadikan wahyu sebagai sumber pendidikan Islam. Pada zaman tamadun Yunani telah berkembang dengan warisan falsafahnya namun umat  Islam hanya berpegang kepada ajaran Allah dan rasulNya sahaja, bukannya kepada akal  yunani atau akal umat Islam itu sendiri.
2.    Aliran yang bersumberkan wahyu dan akal
Aliran yang menjadikan wahyu sebagai sumber pendidikan Islam dan akal sebagai penyokongnya. Timbul pelbagai perubahan terutama perubahan pemikiran yang membentuk pelbagai mazhab dalam bidang ilmu kalam, fikah dan tasawuf. Muncul pelbagai mazhab yang merujuk sumber (Quran dan hadis) ataupun akal fikiran.
3.    Aliran yang bersumberkan akal dan wahyu
Bersumberkan akal sebagai asasnya dan wahyu sebagai penyokongnya. Ahli-ahli falsafah Islam dan sebahagian ulama kalam terutama pendukung mazhab muktazilah terpengaruh dengan falsafah Aristotle yang menggunakan prinsip logik dalam penafsiran alam metafizik.
4.    Aliran yang bersumberkan akal semata-mata
Umat Islam tidak dapat menerima apabila segala perkara diukur hanya berdasarkan akal logik semata-mata, terutama dalam persoalan metafizik ataupun hakikat hidup manusia. Gaya pemikiran golongan ini sama dengan tradisi berfikir Barat.

Rujukan:
1.    Abubakar Aceh, (1970), Sejarah Filsafat Islam, C.V Ramadhani, Jakarta.
2.    Ibrahim Madkour (2004),  Aliran dan Teori Filsafat Islam,Penerbit : PT Bumi Aksara Jakarta.  
3.    Muzayyin Arifin,(2005), Filsafat Pendidikan Islam. PT Bumi Aksara, Jakarta.
4.    Muhaimin, (2003) Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
5.    Imam Barnadib, (1976) Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yayasan Penerbit Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Yogyakarta.
6.    Harun Nasution (2002), Theology Islam. Aliran-aliran Sejarah Islam Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta.
7.    Abudin Nata, (2000), Pemikiran Para Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
8.    Alfred L Irvy, (1974), al-Kindi’s Metaphysics (terj. Fi al-Falsafah al-‘Ula, al-Kindi), State University of New York Press, New York.
9.    Muhammad Abdul Hadi Abu Zaidah, (1950) Rasāil al-Kindī al-Falsafiyah, Dar al-Fikr al-‘Arabiy.
10. A Hanafi, (1996), Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MACAM-MACAM ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM"

Posting Komentar